Part I
“Mas
kenapa belum siap-siap, udah siang juga, nggak kerja?”, Tanya
istrinya Anton
“Sepertinya
enggak de, Mas kurang enak badan”, Jawab Anton masih
berselimut
“Periksa
ke doter yah mas, biar cepet mendingan”, Saran istrinya
“Nggak
usah de, nanti tolong beliin obat aja yah de”, pinta
Anton
“Iya
mas, yaudah, mas bangun yuk sarapan, Anty beli obatnya dulu”,
Selang menunggu Anty, Anton menuruti nasihat istrinya itu, sarapan. Di sela-sela menikmati sarapan Anton terkejut dengan pesan singkat dari kantornya.
“Selamat
pagi, maaf pak, bapak hari ini masuk ke kantor gak ?, sekarang ada jadwal rapat
komisi, buat pencairan”,
“Pagi
juga Sin, rapat komisi tetap berjalan, nanti kolom persetujuanya kosngkan aja, biar
besok saya tanda tangani, sekalian pencairan, saya sedang kurang sehat”,
balas Anton
“Baik
pak, terimakasih, dan semoga cepat membaik”,
Dua tahun terakhir Anton
bekerja sebagai Manager di perusahaan ini, tepatnya di kota Semarang pada
perusahaan yang membidangi pembiayaan terhadap para petani. Khususnya petani
padi.
Pernikahan Anton dan
Anty menginjak tahun kedua, sama dengan masa karirnya di perusahaan. Kehidupan
rumah tangga mereka termasuk akur-akur saja, meski terkadang terjadi
perselisihan, namun tak sampai mencuat menjadi masalah besar.
“Mas,
maafin Anty yah”, Ucap Anty pada suatu malam
di ruang keluarga
“Minta
maaf untuk apa de?”, Anton heran
“Dua
Tahun menikah, Anty belum bisa ngasih mas anak”,
Anty berucap sedikit lirih, mukanya tertekuk dan merubah suasana menjadi
sedikit hening
Anton terkejut
mendengar ucapan Anty, dirangkulnya Istrinya itu penuh kasih sayang, Anton
mengangkat dagu Anty, dan memposisikanya berhadapan
“Sayang,
bukan ade yang salah atas ketidakhadiran anak dalam keluarga kita, tapi Mas
juga”, Ucap Anton,
“Tapi
mas ….”,
“Sssttt,
sudah yah, kita jangan bahas soal ini lagi, selama ini apa ade ngerasa kasih
sayang mas berkurang karena kita belum punya Anak ?, enggak kan ?”,
Tegas Anton
Anty tak menjawab,
seketika setelah Anton berkata, Anty memeluk erat Anton, lirih Anty berucap,
“Makasih
yah Mas, Anty sayang Mas”, Anty berucap dan semakin
kuat memeluk suaminya. Anton tak berkata apa-apa, dia membalas pelukan hangat Istrinya
dan sesekali mencium keningya.
Meski merasa senang
dengan sikap suaminya, karena tak memaksakan untuk mempunyai anak. Tetapi pada
posisi lain Anty cemas dan takut saat harus berhadapan dengan kedua orang
tuanya yang ingin segera menimang cucu pertama dari mereka, begitupun dengan orang tua Anton.
Anty anak tunggal dalam keluarganya, begitu juga Anton, jadi kedua orang tua
mereka sangat mendambakan adanya bayi dari pernikahan Anty dan Anton.
Keduanya sempat
berkonsultasi dengan dokter. Namun apa yang disampaikan dokter tidak membuat
mereka lantas menjadi puas. Meski mereka tidak terdiagnosis ada penyakit yang
menghalangi mereka untuk mempunyai anak. Belum waktunya aja. Ucap dokter. Namun
rasa khawatir jika selamanya tidak bisa memiliki anak, terus menghantui pikiran
Anty.
Tidak hanya lewat
medis, berbagai ikhtiar “kolot” tak luput mereka lakukan agar bisa memiliki
momongan, mulai dari memperbaiki pola makan, sering berekreasi ke tempat
liburan, bahkan sampai mendatangi klinik herbal. Namun hasilnya sampai dua
tahun menikah, Anty belum juga mengandung.
“Ty, kenapa ,,, kamu
sakit”, ucap sahabatnya Anty di salah satu café
“Enggak, Nin, Aku
agak kurang mood aja mungkin”, Jawab Anty
“Ada masalah di rumah
?”, lagi sahabatnya bertanya
“Mmmm, Anty tak
menjawab, hanya memandang sahabatnya itu. Nina paham, dari sayup mata yang
terlihat, Anty ingin bercerita
“Ceitain aja Ty,
siapa tahu aku bisa ngehibur, He he ,,,”, seloroh Nina.
“Ini, Nin,,,” Tunjuk
Anty sambil memegang perutnya, Nina paham betul apa maksud isyarat Anty.
“Sabar Ty, mungkin
belum saatnya, sabar yah”, Nina berkata sambil mengelus pundak Anty. Anty tak
menjawab hanya mengangguk sambil mengaduk-aduk minumannya
“Kalau kamu adopsi
anak gimana Ty ?, banyak orang yang beranggapan, ketika kita mau punya anak,
dipancing dulu gitu”, Ucap Nina lagi.
Anty terkejut atas
ucapan sahabatnya itu,
“Aku sempat tahu juga
sih Nin mitosnya, tapi aku takut salah niat. Nanti aku udah adopsi, aku belum
juga punya anak, khawatir kecewa, ujungnya anak itu …” Ucap Anty kurang
antusias
“Sssst, gak ada
salahnya dicoba Ty”, timpal sahabatnya kekeh
“Mmmm, nanti deh, Aku
coba bilang Mas Anton Nin, makasih yah sarannya”, Nina mengangguk dan
tersenyum.
Waktu berlalu, hari,
bulan dan tahun telah berganti, kini pernikahan Anton dan Anty masuk tahun
kelima. Selama itu pula mereka bersama membagi tawa dan duka. Namun demikian
hal yang menjadi topik utama dalam keluarga mereka masih tetap yang sama, Anak.
Belakangan ayahnya
Anton sakit-sakitan, bukan karena apa-apa, karena memang sudah tua. Hal itu
membuat Anton dan Anty harus bolak balik ke rumah orang tuanya Anton. Setiap
kali mereka menjenguk Ibunya Anton tak luput menyindir Anty mengenai anak.
Terkadang Anty merasa kurang nyaman dengan sikap mertuanya itu. Belakang Anty
sering tidak terlihat menemani suaminya menjenguk.
“Mas cepet pulang
yah, aku kangen kamu”, Tiba-tiba pesan singkat masuk di hadphone nya Anton
Anton heran, gak
biasanya istrinya seagresif itu.
“Iya sayang, habis
meeting mas langsung pulang, 30 mnt lg selesai”, Balas Anton
Baru saja terdengar
suara mobilnya Anton, Anty langsung berlari, membukakan pintu untuk suaminya.
Saat pintu terbuka tanpa memperdulikan suaminya cape seharian kerja, Anty
langsung memeluk erat suaminya, dan dikecup pipi suaminya. Anton heran dengan
sikap Anty, matanya menatap penuh tanya.
“Sini mas, aku bawain
tasnya”, ucap Anty, Anton masih terheran dan berjalan disampingnya sambil
merangkul Anty. Tibalah mereka di ruang televisi
“Hey,,,, “ Ucap Anton
memutar badan Anty, kini mereka saling berhadapan, tanganya anton melingkar di pinggangnyanya
Anty, dan tangan Anty melingkar di di pundak Anton.
“Jelasin dong, kenapa
seceria ini, kenapa seantusias ini ingin ketemu mas”, Ucap Anton sambil menekan
hidung istrinya dengan hidungnya. Anti tersenyum mrekah. Dan menarik tangan
Anton kemudian menaruh di atas perutnya.
“Ini mas, dia yang kangen
sama mas”, Ucap Anty
Anton masih belum
konek, dia menggeleng kemudian tersenyum
“Kamu akan jadi ayah
mas”, Ucap Anty pelan. Anton terkejut dan saking bahagia, dipeluknya istrinya
itu, dan dia gendong menuju sebuah sofa, berkali-kali Anton mencium pipi
istrinya itu, tanda bahagia. Begitu hati-hati Anton menggendong istrinya.
“Sayang, kita harus
kasih tahu mamah dan papah”, Ucap Anton. Anty mengangguk dan tersenyum semakin
merekah.
Mendapati kabar Anty
hamil kedua orang tua mereka dihinggapi bahagia yang tak terkira. Sesuatu yang
selama ini mereka inginkan beberapa saat lagi akan terwujud. Keinginan mereka
menimang cucu segera terwujud. Ayah Anton yang tadinya terbaring sakit,
mendadak bisa berjalan kembali dan bisa mengunjungi mereka di rumah. Anty
diperlakukan layaknya ratu oleh orang tuanya, maupun keluarga Anton. Hapir
seminggu dua kali mereka bergilirian menjenguk Anty.
Saat ini usia
kandungan Anty memasuki usia 7 bulan. Dan disaat yang sama Anton diangkat
menjadi direktur di perusahaan tempat dia bekerja. Perusahaan tempatnya bekerja
melejit, begitupun dengan karirnya. Anton dan Anty berniat mengadakan syukuran
7 bulanan, sekaligus syukuran kenaikan jabatanya.
Meski tidak sampai
mendekati kata mewah, acara 7 bulanan itu berlangsung hidmat dan semarak. Orang
tua Anton mengundang keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya untuk hadir,
begitupun dengan keluarga Anty. Bahkan Bigbos di tempat Anton Bekerja turut
hadir.
Hari itu, menjadi
hari bersejarah dalam perjalanan keluarga Anton dan Anty. Keduanya sedang
menunggu kelahiran bayi mereka. Ibu dan Ayah Anton tampak khawatir begitupun
kedua orang tua Anty.
Dan, akhirnya waktu
bahagia itu tiba, anak pertaman Anty dan Anton hadir di tengah-tengah keluarga
itu. Anty dan Anton tampak begitu bahagia, sudah barang tentu kedua orang tua
mereka.
Tahun pertama Anton
dan Anty memiliki anak, mereka sangat menikmati, meski harus lebih capek dari
biasanya, karena meski mereka meiliki asisten rumah tangga, tetapi terkait
urusan anak, mereka ingin mengurusnya sendiri, bahkan sampai mandi dan
mengganti popok pun, Anty konsisten tak mau orang lain yang melakukannya.
Senandung Nachyta,
begitulah Anty dan Anton memberi nama pada anaknya. Anak manis dengan hidung
mancung dan rambut kepirangan. Meski Nachyta terlahir sebagai seorang perempuan
namun, sebagian besar keluarga menganggapnya mirip dengan Ayahnya, Anton.
Tahun kedua Nachyta telah
tumbuh menjadi anak yang pintar, Nachyta termasuk anak beruntung dilahirkan
dari orang tua bernama Anton dan Anty yang tak pernah lelah memberikannya kasih
sayang. Nachyta sudah pandai mengucap ayah, bunda, opah dan lainnya.
“Mas ,,,,”, Ucap Anty
pada suatu moment
“Iya de ,,,,”, balas
Anton dengan penuh kasih sayang, Anty menyambut tatap Anton dengan pelukan
erat, dan seketika tangisan wanita satu orang anak itu pecah.
“Sabar yah sayang ,,,
kita harus yakin ,,, ini adalah cara Tuhan menyayangi kita”. Ucap Anton, Anty
tak berucap dia terus menangis dan memeluk semakin erat suaminya.
Tetiba suara Nachyta,
memanggil2 “Bunda”, karena memang sedang berbaring di depan mereka. Anty
terkejut dan mengahampiri Nachyta. Dipandangya anak itu dan betapa Anty
terkejut, ada genangan air mata di mata Nachyta, seketika Anty memluk Nachyta
dan menciumnya. Anton menghampiri dan memeluk keduanya.Continue ... Part II