Aku sendiri masih harus bekerja. Kadang WFH sehari, tetapi besoknya harus meluncur ke tempat kerja karena ada pekerjaan yang tidak semuanya bisa dikerjakan di rumah.
Sepulang kerja, aku membuka kulkas. Memeriksa apakah ada makanan yang bisa aku makan. Dan ternyata ada setengah bungkus ketapang. Aku bertanya kepada anakku yang saat itu sedang menonton tv. Dan dia menjawab itu Ketapang punya dia. Aku ambil secukupnya kemudian aku makan.
Keesokan harinya aku kebagian WFH, sekitar pukul 11.30 aku yang tengah sibuk dengan laptopku, terkejut dengan kedatangan anakku ke depan laptop. Dia bilang mau jajan. Aku bertanya emang mau jajan apa. Mau beli Ketapang lagi. Jawabnya.
Aku kasih doi 5 ribu rupiah. Dia pergi ke depan dan membelinya. Setelah jajan doi memberikan satu Ketapang buat aku dan satu Ketapang buat ibunya, satu dia pegang dan meminta bantuan Aku untuk membukanya.
"Kok belinya tiga, emang harganya berapa ?" Tanyaku
"Pan semua uang belinya" jawab dia setengah tersenyum. Dari kamar belakang ibunya menimpali obrolan kami.
"Emang tadi dikasih uang berapa ?"
"5 ribu", Ucapku sambil menghampirinya yg tengah melipat pakaian.
"Wah, salah,,, itu harganya 2.000"
"Waduh ..." Jawabku langsung ke kamar depan mengambil uang dan berniat ingin membayar kurangnya. Sampainya di depan ternyata si bapak penjualnya sudah pergi. Aku susul ke gang sebelah juga tidak ada.
"De, besok aja yah kasih lagi kurangnya seribu, tadi Ayah susul si amang nya gak ada". Ucapku. Istriku hanya mengangguk.
Aku kembali ke laptopku. Melanjutkan kembali menginput data ke aplikasi. Hari-hari berikutnya setelah kejadian itu. Akhirnya setiap anakku jajan selalu dikasih harga 5 ribu 3 pcs untuk jajanan yang dia jual. Ternyata memang satu pcs jajanan yang dijualnya harganya 2.000 an semua.
***
Di hari lainnya. Hari libur saat itu. Aku tengah merapihkan pot tanaman di depan rumahku. Sayup-sayup terdengar bunyi yang sama seperti si amang penjual Ketapang langganan kami.
Aku memanggil anakku, bertanya mau Ketapang enggak. Atau jajanan lainnya. Si anak tanya, emang si amang nya ada. Aku bilang itu bunyinya ada.
Tidak lama. Dari ujung gang terlihat, seorang penjual dengan dagangan yang hampir sama. Semakin dekat ternyata penjual itu bukan penjual Ketapang langganan kami. Aku pun bertanya dia menjual Ketapang atau tidak. Penjual itu menjawab ada.
Anakku juga tidak menolak beli Ketapang di penjual itu. Aku bayar. Ternyata cuman 3.000 untuk 3 bungkus Ketapang itu. Ukuranya memang lebih kecil dari kemasan Ketapang penjual langganan kami. Wajar, pikirku kalau si bapak ini menjual lebih murah.
Seperti biasa aku mengambil satu bungkus. Anaku satu dan satu bungkus sisanya untuk istriku. Tak menunggu lama. Aku membuka Ketapang itu dan mulai mengunyahnya. Baru beberapa kunyahan. Kok lain rasanya. Gak kaya Ketapang yang biasa kami beli. Aku makan setengah, karena biasanya anaku selalu minta jatah lebih dari satu bungkus. Aku pun kembali melanjutkan merapihkan tanaman di halaman rumah.
Selesai merapihkan tanaman. Aku masuk ke rumah. Aku lihat ternyata Ketapang anakku juga masih ada setengah. Aku tanya sama dia. Kenapa belum habis. Dia pun punya alasan yang sama. Ketapang nya beda rasanya. Dan sampai kepada Ketapang jatah Istriku. Masih utuh ternyata. Belum dia buks. Aku coba tawarkan sisa setengah dari bekas makanku.
"Ini bukan beli dari si amang biasa yah ?"
"Kok tahu ?" Ucapku
"Ini kemasannya juga beda" jawabnya.
"Rasanya gimana?"
"Hmmm .... Iya, rasanya juga beda, enakan yang dari si amang biasa". Jawabnya
"Padahal, bentuknya sama, lebih murah lagi, he he, " Jawabku
Entah apa penyebabnya. Apakah resep Ketapang si amang langganan beda dengan si bapak itu, atau bagaimana. Padahal sebelumnya. Aku dan keluarga tak pernah punya standar tertentu soal rasa Ketapang. Asalkan bentuknya sama. Pasti kami makan habis. Setelah ada penjual Ketapang 5 ribu tiga, standar yang kami pakai soal rasa Ketapang. Adalah yang beliau jual.
Logis gak logis sih. Tapi menurutku kebaikan itu ternyata mempengaruhi rasa. Jika Ketapang 5 ribu tiga si amang langganan dijual oleh orang yang berbeda. Mungkin buat kami rasanya akan tetap berbeda. Karena kebaikannya lah yang menstimulus Indra pengecap kami untuk berkata, "enak".
Hari lainnya kami menawarkan agar si amang tidak mengurangi harganya. Tetapi saat si anak mengambil 3 Pcs dagangannya, dia tetap memberikan harga 5 ribu rupiah saja. Walaupun 3 jenis itu bukan Ketapang semua.
Akhirnya, sampai saat ini. Ada atau tidak ada Ketapang di jajanan si amang itu. Hampir setiap saat dia lewat di depan rumah kami, kami selalu membeli dagangannya. Apapun itu.
Sukabumi, April 2020
Penulis : De Sur