Malam itu, tepatnya menjelang H-1 lebaran. Jika tidak ada perubahan dari pemerintah (Kemenag) esok harinya sudah dipastikan takbir idul Fitri akan bergema di setiap mesjid.
Aku dan kawanku di hubungi atasanku agar bisa masuk kerja. Dan malam itu juga harus meluncur ke tempat dimana dua tahun terakhir ini kami bekerja sebagai Pendamping Program Pemberdayaan.
Seperti tahun sebelumnya, kami bertugas untuk mengawal proses pengemasan beras Zakat sekaligus proses pendistribusiannya kepada fakir miskin, anak yatim dan jompo yang ada di sekitar wilayah dampingan kami. Proses pengemasan sendiri kami fokuskan di salah satu gudang milik kelompok tani.
Singkatnya, proses pengemasan bisa kami selesaikan pukul 04.00 pagi, atau menjelang shubuh. Istirahat sebentar selepas shubuh kami bergegas menghubungi mitra-mitra (petani dampingan kami) untuk membantu proses pendistribusian. Pagi pun menjelang.
"Pak, ini berasnya sudah kami siapkan, jumlahnya sekitar 120 pack, satu pack nya 3 kg pak" Ucapku kepada pak Kasim yang merupakan salah satu petani sayuran dampingan kami.
"Oia kang, untuk sasarannya seperti tahun kemarin yah kang ?" tanya beliau memastikan.
"Iya pak, targetnya kaya tahun lalu aja. Hmmm .... nanti kami juga nyusul kok ke atas, tapi kalau di atas sudah ada warga yg datang duluan, gak apa-apa sebagian dikasih aja. Oia hampir lupa tanda terima ini minta tolong diisi juga yah pak, biasa buat laporan kami ke kantor". Beberku sambil memberikan satu berkas kepadanya.
"Siap Kang", Jawab beliau sambil naik di bak belakang motor Viar dan bergegas pergi bersama mang Iyas, yang memang sengaja menemani pak Kasim mengambil beras.
Tidak terasa, waktu sudah menunjukan pukul 16.30 WIB. Proses pendistribusian sudah hampir 95 %. Target kami pukul 17.00 WIB rampung semua. Beberapa penerima yang tidak bisa hadir, kami intruksikan untuk diberikan langsung ke rumahnya.
Seperti yang kami prediksi, meleset sedikit, kami baru bisa menyelesaikan proses distribusi sekitar pukul 17.30 WIB. Setelah merapihkan berkas dan lainnya. Kami berpamitan kepada pak Kasim. Kebetulan tempat beliau adalah yang terakhir kami monitoring.
***
Tidak terasa sudah dua minggu lamanya kami libur lebaran. Hari itu kami kembali menjalani rutinitas sebagai pendamping. Kebiasaan kami di hari pertama masuk kerja setelah lebaran adalah berkeliling kepada mitra-mitra (para petani). Sekedar halal bil halal. Tak terkecuali berkunjung ke tempat pak Kasim.
Kami sengaja tidak memberi tahu pak Kasim. Pikirku, nanti saja saat sudah sampai di saung pertemuan baru akan kami telepon. Belum lama sampai di saung, kami kedatangan wanita paruh baya yang tergopoh-gopoh setengah berlari menghampiri kami.
Setelah mengucap salam, beliau bertanya apakah kami yang mengatur pembagian beras Zakat saat ramadhan kemarin. Kami sempat ragu menjawab, pasalnya pak Kasim belum datang ke saung dan kami tidak melihat wanita tersebut saat proses pembagian beras. Kami khawatir, beliau mau protes karena tidak kebagian beras Zakat dari kantorku.
"Iiiiyaa Bu, benar,,,, kami yang mengatur pembagian beras pas bulan puasa kemarin", Jawabku setengah ragu.
"Aduhhh, Alhamdulillah, Alhamdulillah .... Terimakasih banyak Adennn, beras sama uangna, keterima banget buat Ibu, semoga atuh rezeki aden-aden ini terus berlimpah Yah" Ucap wanita itu seraya meraih tangan kami berdua.
Hampir beliau mencium tangan kami, tapi kami sigap mencegahnya.
"Uang .... ?" Pikirku dalam hati. Setahuku kantor hanya memberikan beras. Belum sempat aku bertanya kembali kepada wanita itu, pak Kasim datang dan mengucap salam. Wanita itu pun kemudian berpamitan kepada kami.
"Pak maaf, Ibu tadi siapa yah, kok kami gak ngeliat pas pembagian beras Zakat ?" Ucap temanku.
"Itu Mi Atih kang, pas pembagian beliau sakit, jadi yang anter berasnya mang Iyas, dari kemarin ke rumah terus, tanyain akang" Jawab pak Kasim.
"Oia, kalau gak salah di kertas rekapan yang waktu itu, nama mi Atih ada kok kang" Tuturnya lagi.
Belum sempat kami bertanya soal uang itu, Istri pak Kasim memanggilnya. Dari kejauhan mereka tampak berbincang, entah apa yang mereka bicarakan, tetapi tidak lama kemudian pak Kasim menghampiri kami, dia meminta maaf tidak bisa berlama-lama dengan kami di saung itu. Kamipun paham, mungkin pak Kasim sudah ada agenda dengan keluarganya.
Aku dan temanku memutuskan untuk mengunjungi mang Iyas, sekalian silaturahmi setelah lebaran. Dan dari mang Iyas lah kami tahu bahwa uang yang disampaikan wanita tadi adalah uang dari pak Kasim. Mang Iyas, sempat melihat sepintas pak Kasim memasukan amplop kedalam plastik-plastik beras Zakat kantorku. Saat mang Iyas mengendarai motor Viar yang mereka gunakan mengambil beras Zakat.
Mendengar penuturan mang Iyas, mataku setengah berkaca-kaca menahan haru. Sejak kejadian itu, kami semakin hormat kepada pak Kasim. Betapa tidak, hanya pemilik hati mulya, yang pandai merahasiakan amal baiknya seperti pandainya kebanyakan manusia merahasiakan aibnya.
Ada banyak makna kebaikan berbagi yang kita pahami, terlebih makna menebar kebaikan untuk sesama. Dan pak Kasim memilih jalan sunyi dalam memaknai kata itu. Aku sendiri menyebutnya Berbagi dalam Sembunyi.
Tulisan ini sengaja aku bagikan. Agar bisa menginspirasi diriku sendiri dan pembaca lainnya untuk terus menebar kebaikan dengan cara yang kita bisa. Tidak mesti menyerupai apa yang dilakukan pak Kasim.
"Jika makna kebaikan berbagi sudah menjadi kebutuhan, maka rasa pamrih akan menguap dengan sendirinya. Dan pada banyak kisah orang sukses, mereka setidaknya selalu punya investasi perbuatan baik terhadap sesama di masa lampaunya, atau ada campur tangan kebaikan dari orang di sekitarnya".
Salam #MenebarKebaikan untuk sesama !!! Buat sahabat semua yang ingin berdonasi ke dompet dhuafa bisa klik icon Dompet Dhuafa di bawah ini. Terima kasih.
Penulis : Dede Suryana